Rabu, 02 November 2011

Interpretasi Hasil Tes



HAKIKAT INTERPRETASI HASIL TES

Hal yang paling mengandung kemungkinan penyalahgunaan tes adalah penginterpretasian hasil tes secara salah. Oleh karena itu maka interpretasi hasil tes harus diikuti tanggung jawab professional. Bila hasil tes diinterpretasi secara tidak patut, dalam jangka panjang akan dapat membahayakan kehidupan peserta tes.

Suatu interpretasi dapat merupakan bagian dari suatu presentasi atau penggambaran informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu kumpulan simbol spesifik.

Informasi itu dapat berupa lisan, tulisan, gambar, matematika, atau berbagai bentuk bahasa lainnya. Makna yang kompleks dapat timbul sewaktu penafsir baik secara sadar ataupun tidak melakukan rujukan silang terhadap suatu objek dengan menempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas.

Interpretasi adalah suatu proses untuk menyederhanakan ide-ide atau issu-issu yang rumit dan kemudian membaginya dengan masyarakat awam/umum. Suatu interpretasi yang baik adalah suatu interpretasi yang dapat membangun hubungan antara audiens dengan obyek interpretasi. Apabila dilakukan secara efektif, interpretasi dapat digunakan untuk meyakinkan orang lain, dapat mendorong orang lain untuk merubah cara berpikir dan tingkah laku mereka.

Interpretasi (penafsiran) merupakan suatu analisa seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa tentang obyektif atau subyektif. Leon H. Levy dalam buku yang berjudul “Psychological Interpretation” (1963) menyatakan bahwa interpretasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan apabila ada suatu keadaan yang sulit untuk dipahami secara biasa atau secara langsung. Pada dasarnya interpretasi terdiri dari kegiatan memberikan suatu kerangka referensi yang lain atau mengemukakan suatu bahasa lain bagi sejumlah observasi atau tingkah laku, dengan tujuan agar hal ini dapat dipergunakan.

TUJUAN

Interpretasi atau penafsiran hasil tes bertujuan untuk menerjemahkan dan memberi makna terhadap skor yang diperoleh testee (orang yang diuji)

JENIS INTERPRETASI TES

Ada dua jenis interpretasi yaitu interpretasi kelompok dan interpretasi individual. Interpretasi kelompok adalah penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil evaluasi, antara lain prestasi kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan mata pelajaran yang diberikan, dan distribusi nilai kelompok. Tujuan utamanya adalah sebagai persiapan untuk melakukan penafsiran kelompok, untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada suatu kelompok, dan untuk mengadakan perbandingan antarkelompok.
Sedangkan interpretasi individual adalah penafsiran yang hanya tertuju kepada individu saja. Misalnya, dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan atau situasi klinis lainnya. Tujuan utamanya adalah untuk melihat tingkat kesiapan siswa (readiness), pertumbuhan dan kemajuan, serta kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.

1. Penafsiran secara individual
Penafsiran ini meliputi, antara lain:
1) penafsiran tentang kelemahan
Yang dimaksud penafsiran kelemahan di sini adalah penafsiran tentang, pada sub-sub tes mana dari suatu mata pelajaran seorang siswa menunjukkan kelemahan. Apakah dalam menguraikan (pemahaman), penerapan (aplikasi) rumus atau konsep, analisis, sintesis. Atau, pada mata pelajaran apa, seorang siswa menunjukkan kelemahan, dari sekian banyak mata pelajaran yang diteskan. Jika dalam mata pelajaran Matematika dan Bahasa Ingris misalnya, seorang siswa mendapat nilai rendah maka dapat ditafsirkan bahwa dalam kedua bidang studi tersebut seorang siswa mempunyai kelemahan.

2) penafsiran tentang pertumbuhan
Penafsiran pertumbuhan maksudnya adalah penafsiran tentang kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu periode pendidikan. Untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan (kemajuan) atau seberapa jauh kemajuan yang dicapai oleh seorang siswa, dapat dilakukan dengan jalan membandingkan prestasi yang dicapai oleh siswa tersebut dengan prestasi sebelumnya. Jika prestasi yang dimiliki -berdasarkan nilai yang diperoleh- saat ini lebih baik dibanding dengan prestasi sebelumnya maka siswa tersebut dapat dikatakan mengalami kemajuan. Sebaliknya, jika prestasi yang dimiliki saat ini lebih jelek dibanding dengan prestasi sebelumnya maka siswa tersebut dapat dikatakan mengalami kemunduran dalam belajar.

3) penafsiran tentang kesiapan
Berbeda dengan dua penafsiran sebelumnya yang dapat dilakukan terhadap setiap tes, penafsiran kesiapan ini hanya bagi hasil tes akhir (tes sumatif) saja, yaitu setelah dilakukan penjumlahan terhadap hasil tes-tes formatif atau sub sumatif sebelumnya. Dari nilai akhir inilah, kita dapat menafsirkan apakah seorang siswa sudah layak (siap) untuk dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi (atau dilepas) atau belum. Langkah yang harus dilakukan dalam hal itu adalah dengan membandingkan nilai akhir tersebut dengan norma tertentu yang telah ditetapkan. Yaitu batas minimal yang harus dicapai untuk dapat mengikuti taraf pendidikan yang lebih tinggi atau untuk dilepas.

2. Penafsiran Klasikal

Penafsiran klasikal ini meliputi 4 jenis:
a. penafsiran tentang kelemahan-kelemahan kelas
Sebagaimana dalam penafsiran individual, yang dimaksud penafsiran kelemahan di sini adalah penafsiran terhadap, pada bagian mana dari suatu mata pelajaran atau pada mata pelajaran apa dari seluruh mata pelajaran, suatu kelas menunjukkan kelemahan.
b. penafsiran tentang prestasi kelas
Penafsiran tentang prestasi kelas adalah penafsiran tentang, bagaimana prestasi anak secara klasikal terhadap bahan evaluasi yang kita berikan.
c. penafsiran tentang perbandingan kelas
Penafsiran tentang perbandingan antar kelas adalah penafsiran yang digunakan untuk membandingkan antara kelas yang satu dengan kelas yang lain (yang paralel) tentang prestasi yang diperoleh.
d. penafsiran tentang susunan kelas

Penafsiran tentang susunan kelas adalah penafsiran yang digunakan untuk mengetahui kondisi kelas. Apakah kelas yang kita kelola merupakan kelas yang hiterogen, normal atau homogen.

Pedoman yang digunakan untuk mengetahui kondisi kelas adalah:
1) jika kelas terdiri dari siswa-siswa yang taraf kepandaiannya menunjukkan perbedaan yang besar maka kelas tersebut dikatakan heterogen.
2) jika kelas terdiri dari siswa-siswa yang taraf kepandaiannya memberikan gambaran seperti kurva normal, maka kelas tersebut merupakan kelas yang normal.
3) jika kelas terdiri dari siswa-siswa yang taraf kepandaiannya tidak terlalu beda maka kelas tersebut dikatakan homogen.

METODE ATAU PENDEKATAN DALAM INTERPRETASI TES

Skor yang diperoleh dari tes dapat diolah dalam berbagai teknik pengolahan tergantung informasi yang dibutuhkan. Seperti rata-rata skor, standar deviasi, variansi, kecenderungan sentral, menentukan batas lulus, mentransfer skor ke dalam nilai baku (skala 10, skala 4, dan lain-lain). Ada dua pendekatan penafsiran hasil tes yaitu berdasarkan acuan patokan (PAP) dan pendekatan berdasarkan acuan norma (PAN). Acuan patokan untuk mendeskripsikan tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang ditestkan., sedangkan acuan norma untuk melihat kedudukan diantara siswa /peserta tes. Pendekatan yang mana yang akan dipilih tergantung kepada tujuan dari pelaksanaan tes.
1. PAP (Pendekatan Acuan Patokan) atau (Criterion Referenced Evaluation)

PAP mencoba menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan. Pa-tokan ini biasanya ditetapkan sebelum pembelajaran dimulai dan digunakan sebagai “standar kelulusan”. Standar kelulusan ini di dalam PAP bersifat ajeg dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu PAP ini dikenal pula dengan nama “Standar Mutlak”.

Berhubung standar penilaian ditentukan secara mutlak, maka banyaknya siswa yang lulus dan memperoleh nilai tinggi akan mencerminkan prestasi siswa, sekaligus juga mencerminkan penguasaannya terhadap bahan pelajaran. Sebagai konsekuensi logis penggunaan standar mutlak ini, sangat mungkin terjadi bahwa sebagian besar siswa dalam satu kelompok lulus dengan nilai tinggi, atau sebagian besar siswa tidak lulus karena nilainya di bawah standar minimal, atau jumlah siswa yang mendapat nilai tinggi dan rendah mungkin pula berimbang. Hasil pengolahan yang demikian jika digambarkan dalam bentuk kurva yang akan berwujud kurva juling positif, kurva juling negatif, dan kurva normal.

 Penetapan Patokan
Penafsiran hasil tes yang mempergunakan PAP dilakukan dengan membandingkan nilai hasil tes yang diperoleh siswa dengan patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Akan tetapi kriteria yang dipergunakan untuk menetapkan besarnya patokan itu sendiri hingga kini belum ada kesepakatan. Oleh karena itu selama ini setiap lembaga/sekolah biasanya bersepakat untuk membuat patokan yang akan diberlakukan di tempat masing-masing.

 Penggunaan PAP
PAP pada umumnya digunakan untuk menguji tingkat penguasaan bahan pelajaran.Pengujian tingkat penguasaan bahan biasanya dilaksanakan pada pengajaran yang berorientasi pada tujuan dan strategi belajar tuntas. Oleh karena itu nilai seorang siswa yang ditafsirkan dengan standar mutlak, sekaligus menunjukkan tingkat penguasaan riilnya terhadap bahan pelajaran dan juga merupakan standar pencapaian indikator sesuai dengan standar ketuntasan belajar.
Agar nilai yang diperoleh siswa dapat berfungsi seperti yang diharapkan, yaitu mencerminkan tingkat penguasaan siswa, maka alat tes yang dipergunakan harus dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi kelayakan, kesahihan, maupun keterpercayaannya. Butir-butir tes yang disusun harus sesuai dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang diberikan.
 Kelebihan PAP
a. Hasil PAP merupakan umpan balik yang dapat digunakan guru sebagai introspeksi tentang program pembelajaran yang telah dilaksanakan.
b. Hasil PAP dapat membantu guru dalam pengambilan keputusan tentang perlu atau tidaknya penyajian ulang topik/materi tertentu.
c. Hasil PAP dapat pula membantu guru merancang pelaksanaan program remidi.

 Kelemahan PAP
a. Dalam penerapan sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan kelompok rata-rata kelas
b. Bisa terjadi sebagian besar siswa atau mahasiswa tidak dapat dinyatakan lulus atau tidak dapat dinyatakan naik kelas.

 Langkah
a. Membandingkan skor ideal tiap peserta dengan skor ideal atau skor total yang mungkin dicapai peserta. Misalnya, dalam suatu tes ditetapkan skor idealnya adalah 100, maka peserta yang memperoleh skor 85 sama dengan nilai 8,5 dalam skala 0-10. Demikian seterusnya.
b. Menggunakan langkah-langkah berikut:
1) Mencari skor ideal, yaitu jumlah soal dikalikan dengan bobot.
2) Mencari rata-rata ideal, yaitu setengah dari skor ideal.
3) Mencari simpangan baku, yaitu sepertiga dari rata-rata ideal.
Menyusun pedoman konversi sesuai dengan kebutuhan.
 Contoh PAP
Dimisalkan tingkat penguasaan minimal (KKM) IPA SMK misalnya 75%. Jika si Amir pada akhir semester menurut daftar nilai guru mendapatkan nilai 85%, 90%, 94%, 82% dan 96% maka nilai rata-rata Amir 89,4%. Jadi, karena nilainya di atas skala tingkat penguasaan minnimal, Amir dinyatakan lulus.

2. PAN (Pendekatan Acuan Norma) atau Norm Referenced Evaluation
PAN (Norm Referenced Evaluation) dikenal pula dengan sebutan “Standar Relatif” atau norma kelompok. Pendekatan ini menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membandingkannya dengan hasil tes siswa lain dalam kelompoknya. Alat pembanding itu ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh siswa dalam satu kelompok. Ini berarti bahwa standar kelulusan baru dapat ditentukan setelah diperoleh skor siswa. Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa standar yang dibuat untuk kelompok tertentu tidak dapat digunakan untuk kelompok lainnya. Begitu pula dengan standar yang digunakan untuk hasil tes sebelumnya tidak dapat digunakan untuk hasil tes sekarang atau yang akan datang. Jadi setiap kali kita memperoleh data hasil tes, kita dituntut untuk membuat norma baru. Jika dibandingkan anatara norma yang satu dengan yang lainnya mungkin saja akan ditemukan standar yang sangat berbeda. Jika kelompok tertentu kebetulan siswanya pintar-pintar, maka norma/standar kelulusannya akan tinggi. Sebaliknya jika siswanya kurang pintar, maka standar kelulusannya pun akan rendah. Itulah sebabnya pendekatan ini disebut standar relatif.
Pendekatan PAN ini mendasarkan diri pada asumsi distribusi normal, walaupun kadar kenormalannya tidak selalu sama untuk tiap kelompok. Dengan demikian, walau tiap-tiap kelompok sama-sama menghasilkan kurva normal, mean kurva yang satu dengan kurva lainnya mungkin saja berbeda. Sebagai konsekuensinya, seorang siswa yang memperoleh nilai tinggi dalam suatu kelompok mungkin akan memperoleh nilai rendah jika ia dimasukkan ke dalam kelompok lainnya. Demikian pula sebaliknya.
 Pedoman Konversi PAN
Konversi didasarkan pada Mean dan Standar Deviasi (SD) yang dihitung dari hasil tes yang diperoleh. Oleh karena itu untuk membuat standar penilaian atau pedoman konversi, terlebih dahulu kita harus menghitung Mean dan SD-nya. Jika dihubungkan dengan skala penilaian, maka pedoman konversi untuk PAN dapat mempergunakan berbagai skala, misalnya skala lima, sembilan, sepuluh, dan seratus.
a. Standard Nines atau Stanines
Dengan adanya persentase yang ditentukan inilah maka semua situasi skor siswa dapat direntangkan menjadi nilai 1-9 di atas.
Stanine Interpretasi
9 4% Tinggi 4%
8 7%
7 12% Di atas rata-rata 19%
6 17%
5 20%
4 17% Rata-rata 54%
3 12%
2 7% Di bawah rata-rata 19%
1 4% Rendah 4%
Misalnya, kita memiliki skor untuk satu bidang studi sebagai berikut:
5 6 6 5 7 8 5 4 9 6 7 7 4 9 8 6 7 7 6 6 5 8 7 6 6 7 6 6 5 7
Dengan mudah dapat kita tentukan 4% dari siswa yang mendapatkan nilai 9, selanjutnya 7% mendapat nilai 8, 12% mendapat nilai 7, 17% mendapat nilai 6 dan seterusnya.
b. Standard Eleven (Stanel)
Dengan stanel ini, sistem penilaian membagi skala menjadi 11 golongan, yaitu angka-angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, yang satu sama lain berjarak sama. Tiap-tiap angka menempati interval sebesar 0,55 SD, bertitik tolak dari Mean=5 yang menempati jarak antara -0,275 SD sampai +0,275 SD. Seluruh jarak yang digunakan adalah -3,025 SD sampai +3,025 SD.
c. Standar Sepuluh
Tahap-tahap yang dilalui dalam mengubah skor mentah menjadi nilai berskala 1-10 adalah sebagai berikut:
1) Menyusun distribusi frekuensi dari angka-angka atau skor mentah
2) Menghitung rata-rata skor (mean)
3) Menghitung deviasi standar atau standar deviasi
4) Mentransformasi (mengubah) angka-angka mentah ke dalam nilai berskala 1-10
Tabel konversi angka ke dalam nilai berskala 1-10
Skala Sigma Skala 1-10 Skala Angka
2,25 SD 10 Mean + 2,25 SD
1,75 SD 9 Mean + 1,75 SD
1,25 SD 8 Mean + 1,25 SD
0,75 SD 7 Mean + 0,75 SD
0,25 SD 6 Mean + 0,25 SD
-0,25 SD 5 Mean + (-0,25) SD
-0,75 SD 4 Mean + (-0,75) SD
-1,25 SD 3 Mean + (-1,25) SD
-1,75 SD 2 Mean + (-1,75) SD
-2,25 SD 1 Mean + (-2,25) SD

d. Standar Lima
Selain penggunaan skala angka, Gronlund dalam “Improving Marking and Reporting in Classroom Instruction” juga mengemukakan penyebaran nilai dengan huruf yang digambarkan dengan kurva normal.
Rentangan persentase ini hanya berlaku bagi populasi yang sangat heterogen. Apabila populasi telah terseleksi akibat kenaikan kelas atau pindah ke tingkat sekolah yang lebih tinggi, maka golongan E yang ada di ekor kiri akan berkurang sehingga distribusi tersebut menjadi:
A 10 – 20%
B 20 – 30%
C 40 – 50%
D 10 – 20%
E 0 – 10%
e. Standar Enam
Dalam hal ini, rentangan hanya berkisar antara 4 – 9, yaitu nilai-nilai 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Persentase penyebaran nilai dengan standar enam adalah sebagai berikut:
Standar Enam Interpretasi
9 5% Baik sekali
8 10% Baik
7 20% Lebih dari cukup
6 40% Cukup
5 20% Kurang
4 5% Kurang sekali

 Penggunaan PAN
Berbeda dengan PAP, PAN tidak dapat digunakan untuk mengukur kadar pencapaian tujuan dan tingkat penguasaan bahan. PAN sering digunakan untuk fungsi prediktif, mera-malkan keberhasilan pendidikan siswa di masa mendatang atau untuk menentukan peringkat/kedudukan siswa dalam kelompok.
 Keunggulan PAN
Ada beberapa keunggulan yang dimiliki PAN, diantaranya seperti tersaji di bawah ini:
a. Hasil PAN dapat membuat guru bersikap positif dalam memperlakukan siswa sebagai individu yang unik.
b. Hasil PAN akan merupakan informasi yang baik tentang kedudukan siswa dalam kelompoknya.
c. PAN dapat digunakan untuk menyeleksi calon siswa yang dites secara ketat.

 Langkah
a) Mencari skor tertinggi dan skor terendah
b) Mencari rentang (range), yaitu skor tertinggi dikurangi skor terendah.
c) Menghitung jumlah kelas atau banyak kelas
d) Mencari interval
e) Membuat daftar distribusi frekuensi
f) Memasukkan skor ke dalam daftar distribusi frekuensi
g) Menghitung rata-rata aktual ( akt ) dan simpangan baku aktual ( S akt )
h) Membuat pedoman konversi skala nilai

 Contoh PAN
Satu kelompok peserta tes terdiri dari 9 orang mendapat skor mentah:

50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, 30

Dengan menggunakan pendekatan PAN, maka peserta tes yang mendapat skor tertinggi (50) akan mendapat nilai tertinggi, misalnya 10, sedangkan mereka yang mendapat skor di bawahnya akan mendapat nilai secara proporsional, yaitu :

9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6

Penentuan nilai dengan skor di atas dapat juga dihitung terlebih dahulu persentase jawaban benar. Kemudian kepada persentase tertinggi diberikan nilai tertinggi.
Perbedaan Pengukuran Tes Acuan Patokan dan Acuan Norma
Menurut Gronlund sebagaimana dikutip oleh Suparman (1994:139-141) perbedaan tes acuan patokan dan tes acuan norma adalah sebagai berikut:
a. PAP biasanya mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap perilaku. Penafsiran Acuan Normatif (PAN) biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku.
b. PAP menekankan penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes. PAN menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif.
c. PAP mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa peduli dengan tingkat kesulitannya. PAN mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit.
d. PAP digunakan terutama untuk tes penguasaan. PAN digunakan terutama untuk tes survei.
e. Penafsiran hasil PAP membutuhkan pendefinisian perilaku yang diukur secara jelas dan terbatas. Penafsiran hasil PAN membutuhkan pendefinisian kelompok secara jelas.
Menurut Sukardi (2008:25) perbedaan karakteristik acuan normatif dan acuan patokan adalah sebagai berikut
PAN :
a. Merupakan tes yang mencakup domain tugas pernbelajaran dengan item pengukuran yang spesifik. Menekankan pembedaan antara individual siswa satu dengan siswa lain dalam kelompok / kelas.
b. Item-item yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan cenderung menghilangkan item yang memiliki tingkat kesulitan rendah.
c. Lebih banyak digunakan, khususnya pada kelas yang memiliki kelompok-kelompok dengan pembedaan antara siswa pandai, di atas rata-rata, di bawah rata-rata, dan bodoh.
d. Interpretasi evaluasi memerlukan adanya pengelompokan atas kelompok-kelompok tertentu secara jelas.
PAP
a. Merupakan tipe pengukuran yang berfokus pada penentuan domain tugas belajar dengan tingkat kesulitan sejumlah item sesuai dengan tugas pembelajaran.
b. Menekankan penggambaran tugas apa yang telah dipelajari oleh para siswa.
c. Item kesulitan sesuai dengan tugas pembelajaran, tanpa menghilangkan item atau soal yang memiliki tingkat kesulitan rendah.
d. Lebih banyak digunakan, khususnya untuk kelas dengan tugas pembelajaran dengan konsep atau penguasaan materi belajar (mastery learning). Interpretasi memerlukan grup tertentu dengan memenuhi kriteria tertentu atau domain pencapaian belajar.
Persamaan PAP dan PAN
Menurut Sukardi (2008:23) pengukuran acuan normatif dan acuan patokan mempunyai beberapa persamaan sebagai berikut :
a. Kedua pengukuran (acuan normatif dan acuan patokan) memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik untuk menentukan fokus item yang diperlukan berkaitan dengan pembelajaran.
b. Kedua pengukuran memerlukan sampel yang relevan, digunakan sebagai subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sampel yang diukur merepresentasikan populasi siswa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
c. Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua pengukuran sama-sama memerlukan item-item yang disusun dalam suatu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrumen.
d. Kedua pengukuran memerlukan persyaratan pokok, yaitu validitas dan reliabilitas. Validitas yaitu apakah item yang disusun mengukur apa yang hendak diukur, sedangkan reliabilitas atau keajegan yaitu apakah item tes memiliki hasil keajegan atau konsistensi. Suatu item tes dikatakan memiliki reliabilitas, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsistensi dalam mengukur apa yang hendak diukur.
e. Kedua pengukuran tersebut sama manfaatnya, yaitu alat pengumpul data siswa yang dievaluasi.
Sedangkan menurut Gronlund sebagaimana dikutip oleh Suparman (1994: 140) persamaaan tes acuan patokan dan tes acuan norma adalah sebagai berikut:
a. Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur
b. Keduanya disusun dari sampel butir-butir tes yang relevan dan representatif.
c. Keduanya menggunakan macam tes yang sama (subyektif, essay, tes penampilan, dan ketrampilan).
d. Keduanya menggunakan ketentuan yang sama dalam menulisbutir tes, kecuali untuk kesulitan. Ini berarti keduanya membutuhkan kalibrasi daya pembeda dan analisa option.
e. Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
f. Keduanya digunakan dalam pendidikan meskipun untuk maksud yang berbeda.

1 komentar:

  1. wahh materinya sangat bermanfaat untuk saya, kalau boleh tau, ini sumber bukunya apa yah?

    BalasHapus